Alika
melumat lembut es krim yang baru saja dibelinya sambil menunggu Mario yang
sedang beribadah di gereja. Rasa bosan sama sekali tidak pernah hinggap
meskipun ribuan kali dia melakukan ritual yang sama. Dia menunggu di ujung gang
dekat gereja yang biasa dikunjungi Mario yang taat beribadah. Dia tidak lagi
asing dengan tatapan orang yang hendak memasuki pelataran gereja, memandangnya
aneh. Tentu gadis berjilbab sepertinya tidak seharusnya berkeliaran di tempat
ini. Ya, jilbabnya belum panjang seperti apa yang seharusnya, tapi tetap saja
orang-orang itu gemar mengehentikan pandangannya katika menangkap bayangannya
di sekitar gereja. Malah dia sempat dikira salah satu jaringan teroris. Tapi
toh pikirannya tidak sedangkal itu, frontal memang. Tapi biarkanlah. Mereka mau
berkata apa. Toh, dia datang kesini bukan atas nama agama. Tapi atas satu
ikatan yang membuatnya sulit untuk lepas. Alika sering menyebutnya malaikat.
Dia sangat baik meskipun perih terasa ketika dia mencoba mengembalikan
perasaannya kepada dasar hidupnya.
“Hei,
lama ya nunggunya?” seorang pria keluar dari pelataran gereja dan baru saja
berpisah dengan teman-temannya menghampiri gadis berjilbab yang tentu
menantinya.
“As usually, I’m okay. It’s Sunday, hubby!”
pekiknya riang.
“Hehe, okay bunny. Aku ambil mobil sebentar,
kasian banget malaikatku kesepian pasti kelamaan nunggu,”
“Yeeep!”
jawab Alika bersemangat. Ada yang ingin disampaikannya pada Mario hari ini,
tapi sebelum itu dia lakukan, dia ingin bersenang-senang lebih dulu dengan pacarnya
itu.
Ketika
Mario sampai di depan dimana tempatnya terduduk tadi, gadis itu langsung
terlonjak dan kemudian masuk ke dalam mobil.
“Kamu
kenapa sih hari ini seneng banget kayaknya?”
“Siapa
sih yang nggak seneng kalo ketemu pacar tercinta” sahut Alika sambil melempar
tatapan manja. Mario selalu suka lesung pipi di sebelah kiri setiap gadis itu
tersenyum.
“Gombal
kamu,”
“Biarin,
daripada kamu digombalin sama cewek lain mendingan aku yang gombalin, kamunya
juga suka to,”
Alika
tipikal gadis periang dan menyenangkan. Sedangkan Mario tentu lebih dewasa dan
pengertian. Menjadikan Alya selalu merasa nyaman berada di samping Mario.
***
Mereka
sedang duduk di taman kota senja harinya setelah seharian bersenang-lelah
dengan menitari seluruh isi mall dari mulai dari nonton film drama (meskipun
Mario menolak keras untuk melakukan hal itu), lalu melakukan pose-pose lucu dan
konyol di photobox dan menemani Alika mencoba betapa banyak sepatu dan pada
akhirnya hanya membeli satu pasang. Itu juga sepatu yang pertama dicobanya
sebelum mencoba puluhan sepatu berikutnya. Tapi Mario selalu bahagia menemani
gadis ini menghabiskan waktu seharian sebagai ganti seminggu tanpa pertemuan
langsung. Biasanya hanya lewat skype atau video call saja kalau bener-bener
kelewat kangen.
“Kamu
capek hubby?” tanya Alika melihat
Mario yang tersenyum.
“Nggak
ada kata capek buat habisin waktu sama kamu bunn,
hehe” Mario melepas usapan hangat di kepala Alika yang terbungkus jilbab.
Selepas
kemudian senyum Alika memudar berubah menjadi air mata yang mengalir dari kedua
pelupuk matanya. Mario yang jelas-jelas melihatnya tentu tidak mengerti kenapa
tiba-tiba gadis itu menitikka air mata. Mario hendak menghapusnya, tapi
tangannya tertahan tangan Alika yang menangkapnya lebih dulu.
“Bunny,”
“Hey, look at me, tell me.. have
I done some mistakes that makes your tears drops like that?”
“Nggak hubby,
kamu nggak pernah ngelakuin kesalahan sama sekali. Kamu malaikatku”
“Iyaa,
aku tau, you too. Dan aku janji nggak
akan nyakitin kamu, tapi ngeliat kenyataan kamu nangis di depanku kaya gini
tentu aja bikin aku khawatir bunny”
“Aku
mau mulai sekarang kita putus” jawab Alika terbata-bata.
“Sebentar-sebentar,
bunny …”
“Yaaa…”
Alika menarik nafas panjang. “Aku cuma nggak bisa naruh harapan lebih banyak
lagi, setiap kebersamaan kita selalu terbentur prisnsip hidup kita yang
berbeda, by. Kita sama-sama percaya
Tuhan itu hanya satu, tapi kita mengabdikan diri dengan cara yang berbeda.dan
Tuhanku tidak pernah mau tau perasaan kita, by.
Yang aku sesali adalah bertemu orang sebaik kamu, tapi Tuhan nggak pernah
menghendaki kita pada jalur yang sama”
Mario
menelan ludahnya. Dia menyayangi gadis ini. Sangat. Mencintai dan menjaga gadis
ini lebih dari apa yang terlihat.
“This is the reason why you make so many
awesome times and moment being with me, aku tau bunn. Aku menghargai kalau memang kamu penginnya kaya gitu”
“You’re so worth to me, hubby. You’re the
first. Kamu orang pertama yang bikin aku sadar kalau aku cantik dan
berharga. Kamu orang pertama yang selalu berhasil mengendurkan bibirku yang
manyun dan cemberut. Kamu orang pertama yang membuatku merasa ada yang
melindungi. Orang pertama yang membuatku merasa diperhatikan. Dan orang pertama
yang membuatku jatuh cinta”
“Aku
percaya kamu sudah dewasa bunny,
pacarku sudah tau apa yang seharusnya dia lakukan. Dan aku anggap ini keputusan
yang benar untuk kita bunn, maaf
kalau aku yang dulu sempat terkesan memaksakan adanya hubungan ini padahal
jelas-jelas kita tau sama tau bahwa dasar hidup kita berbeda, dan kamu juga
sempat menolaknya bukan karena tidak memiliki yang sama, katanya kamu dulu
pengin jadi hamba yang taat untuk Tuhanmu, tapi aku mengacaukan itu, maaf yaah”
Mario masih menggenggam erat kedua tangan Alika.
“Nggak
hubby, ini bukan lagi soal perasaan. Kalau mau ditanya kita udah sama-sama tau
dan merasakan perasaan itu nyata ada di antara kita. Dan kita tidak memilih,
Tuhan yang berbeda mempertemukan kita, mengijinkan kita merasakan kasih sayang
yang nggak bisa kita tolak. Tapi aku bisa apa hubby, aku terlalu lemah untuk menentukan”
“Pertama
kali kita menjalin hubungan aku katakan aku cinta, setiap aku merindukan kamu
aku menyadari aku begitu mencintai kamu, dan sampai kapan pun aku akan tetap
cinta, bunn”
Mario
memegangi bahu Alika yang bergetar karena tangisnya yang semakin tak
terbendung. Kemudian Mario menarik tubuh Alika dalam peluknya. Mungkin ini
terakhir kali dia bisa merengkuh tubuh gadis itu dan mencium wangi tubuh yang
tidak akan bisa tergantikan oleh orang lain.
“Bunny, janji satu hal sama aku ya?”
pinta Mario yang begitu merasakan hangatnya dekapan mereka menjalar satu sama
lain. Remasan tangan Alika di punggungnya betapa gadis ini berusaha meruntuhkan
egonya demi kembali pada jalan Tuhannya.
“Jangan
serahkan perasaan kamu pada sembarang pria, aku percaya kamu akan dapatkan pria
yang jauh lebih baik daripada seorang Mario yang tidak akan pernah bisa jadi
pemimpin kamu nantinya. Terima kasih untuk banyak hal yang kamu kasih,
keceriaan, cinta dan pengertian yang luar biasa dari Alika Namiraine-ku
tersayang”
Alika
tidak lagi bisa berkata-kata. Dia tenggelam dalam tangisnya. Melepas orang yang
begitu berharga dalam hidupnya. Orang yang sempat megisi hari-harinya. Akan dia
simpan rapat-rapat kenangan yang indah tanpa cela bersama si songong Mario
Galih Aditya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar