Aku senang
melihatmu menemukan seseorang yang lebih nyaman untuk bersandar, bukan dengan “paksaan”
seperti apa yang pernah aku lakukan. Rasa nyaman yang pernah aku dapat
sepertinya tidak pernah kamu dapatkan dariku sebagai teman yang kuanggap dekat.
Aku senang melihat senyum itu dengan lepasnya bersama orang yang tepat saat
kamu merasa terlalu menyakitkan untuk melihat ke belakang, dan terlalu takut
untuk melihat ke depan, kamu punya dia di sampingmu –sahabatmu-. Terima kasih,
setidaknya kamu pernah menjadi satu tempat yang nyaman untukku membagi banyak
hal dan cerita. Tapi apa gunanya kalau aku mendapatkan itu dan kamu tidak
mendapatkannya dariku. Menyadari kita tidak sepenuhnya bisa mengerti satu sama
lain. Terlebih aku yang tidak mudah untuk tau bagaimana kamu. Dan itu membuatku
menangis tanpa henti. Sungguh, aku tidak berlebihan, sehari semalam aku
habiskan hanya untuk menangisi kesalahan yang tidak aku mengerti dan sesuatu
yang tidak aku pahami. Itu menyakitkan. Sangat menyakitkan. Mata perih dan bengkak
tidak lagi terasa, mungkin saat itu mataku mati rasa sehingga air mata sulit
untuk dihentikan.
Bodoh kalau
aku percaya lagi sama kamu. Jadi, aku akan tetap menghargai kamu sebagai
temanku. Mungkin lebih nyaman saat kita jauh. Meskipun banyak hal pernah
terjadi aku jadikan itu sebagai nasehat untuk diriku sendiri. Aku menyayangi
Tuhanku yang sudah memberikanku hidup. Terima kasih, dan maaf aku tidak bisa
masuk lebih dalam. “Aku bukan pribadi yang cukup kuat
untuk membuka pintu yang enggan untuk membuka dirinya.” Yang
sebenarnya apa yang ada di dalamnya itu bukanlah hal yang penting untuk hidupku
juga. Perasaanku halus dan lemah, tapi tidak untuk sekarang aku membangun
tembok yang lebih kuat bersama orang-orang yang lebih menyayangiku dan aku
sayangi, entah bagaimana kamu. Bukan aku tidak peduli, tapi jika aku peduli pun
kamu juga tidak merasa aku pedulikan. Jadi aku tidak ingin lagi ada air mata
untuk alasan yang sama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar