Minggu, 25 November 2012

Malam dan Siang = Aku dan Kamu


Aku dan kamu
Seperti malam dan siang
Tidak pernah bertemu
Berbeda satu dengan yang lainnya
Kamu dengan matahari dan aku dengan bulan
Kamu terang dan aku gelap
Kamu menemani kesibukan orang-orang dan aku hanya bisa menatap mereka lelap dalam tidur
Aku selalu menanti pertemuan denganmu
Kamu terus berlari dan aku hanya menantimu mengantarkan senja yang senantiasa menjemputku
Ya, kita terpisah
Tapi aku tidak pernah khawatir karena kita tidak benar-benar berjarak
Bagaimana pun kita akan tetap terikat
Oleh dinginnya kabut embun pagi dan langit senja yang romantis
Aku selalu berharap embun pagi bisa menyampaikan betapa rindunya dingin malamku atas hangat dirimu
Aku juga selalu berharap senja datang lebih cepat untuk melepas penatmu dalam sejukku
Dalam malamku, aku selalu bermimpi kita bisa menyatu
Melebur dalam senja yang hangat
Aku tau waktu itu akan datang
Siang menjemput malam
Matahari menyambut bulan
Dan kamu datang untukku. Tanpa ragu. Kamu

Selasa, 13 November 2012

see? I will go like what you want!

                Aku senang melihatmu menemukan seseorang yang lebih nyaman untuk bersandar, bukan dengan “paksaan” seperti apa yang pernah aku lakukan. Rasa nyaman yang pernah aku dapat sepertinya tidak pernah kamu dapatkan dariku sebagai teman yang kuanggap dekat. Aku senang melihat senyum itu dengan lepasnya bersama orang yang tepat saat kamu merasa terlalu menyakitkan untuk melihat ke belakang, dan terlalu takut untuk melihat ke depan, kamu punya dia di sampingmu –sahabatmu-. Terima kasih, setidaknya kamu pernah menjadi satu tempat yang nyaman untukku membagi banyak hal dan cerita. Tapi apa gunanya kalau aku mendapatkan itu dan kamu tidak mendapatkannya dariku. Menyadari kita tidak sepenuhnya bisa mengerti satu sama lain. Terlebih aku yang tidak mudah untuk tau bagaimana kamu. Dan itu membuatku menangis tanpa henti. Sungguh, aku tidak berlebihan, sehari semalam aku habiskan hanya untuk menangisi kesalahan yang tidak aku mengerti dan sesuatu yang tidak aku pahami. Itu menyakitkan. Sangat menyakitkan. Mata perih dan bengkak tidak lagi terasa, mungkin saat itu mataku mati rasa sehingga air mata sulit untuk dihentikan.
                Bodoh kalau aku percaya lagi sama kamu. Jadi, aku akan tetap menghargai kamu sebagai temanku. Mungkin lebih nyaman saat kita jauh. Meskipun banyak hal pernah terjadi aku jadikan itu sebagai nasehat untuk diriku sendiri. Aku menyayangi Tuhanku yang sudah memberikanku hidup. Terima kasih, dan maaf aku tidak bisa masuk lebih dalam. “Aku bukan pribadi yang cukup kuat untuk membuka pintu yang enggan untuk membuka dirinya.” Yang sebenarnya apa yang ada di dalamnya itu bukanlah hal yang penting untuk hidupku juga. Perasaanku halus dan lemah, tapi tidak untuk sekarang aku membangun tembok yang lebih kuat bersama orang-orang yang lebih menyayangiku dan aku sayangi, entah bagaimana kamu. Bukan aku tidak peduli, tapi jika aku peduli pun kamu juga tidak merasa aku pedulikan. Jadi aku tidak ingin lagi ada air mata untuk alasan yang sama.