Sabtu, 30 Juni 2012

stay or turn out?


Mungkin postingan ini agak telat moment-nya. Beberapa minggu yang lalu sempat gencar aku ditanyai oleh teman-temanku apakah aku akan ikut SNMPTN lagi. Ya, lagi. Untuk yang kedua kalinya. Jujur dari lubuk hati, saat itu aku juga sedang ada masalah dengan temanku, jadi ketika itu keinginan untuk keluar dari kuliahku yang sekarang ini semakin kuat. Entah kenapa Tuhan pertemukan aku dengan banyak sekali alasan agar aku mempertimbangkan kembali keberadaanku di jurusanku ini. Banyak dari temanku yang memutuskan untuk ikut lagi. Mungkin mereka juga tidak jauh berbeda denganku, belum bisa menemukan passion dan merasa nyaman di jurusan yang sudah mereka jalani setahun ini. Dari awal memasuki masa perkuliahan, aku sudah tanamkan baik-baik bahwa aku akan mencoba ikut SNMPTN lagi tahun depan. pada tempat yang seharusnya bisa membuatku nyaman dan bahagia. Dimana di tempat itu aku temukan apa yang aku mau. Aku muak dengan segala materi yang sudah aku pelajari. Hafalan yang menumpuk, sedangkan aku sangat mencintai angka. Aku bahkan udah bikin planning buat belajar soal-soal SNMPTN. Aku bela-belain minjem soal-soal IPS dari temenku karena aku mau ambil jurusan IPS. Bener-bener banting setir. Ditambah dengan semangat teman-teman seangkatanku yang masih mau berusaha lagi di tahun ini. Aku merasa aku tidak sendirian.
Aku kuliah di tempat yang tidak banyak orang tau, baik jurusannya maupun perguruan tingginya. Orang memandangku sebelah mata, aku akui yang aku jalani ini sangatlah tidak presticious dan bisa mengundang mereka yang memperhatikan dengan decak kagum. Aku tidak di perguruan tinggi negeri,hanya politeknik kesehatan. Yang orang tau pekerjaanku nantinya hanyalah mengurusi anak-anak bisu dan tuli. Mengajarkan dengan bahasa isyarat seperti orang bodoh. Mereka tau apa?! Kalau aku bisa, pengen rasanya narik itu mulut mereka dan robek pada saat itu juga.
Aku melangkah bukan tanpa pertimbangan. Orang lain mengatakan aku plin-plan, atau menyerah sebelum berperang. Dulu aku gencar pengin ikut SNMPTN lagi, nyatanya aku tidak lakukan itu. Terdengar seperti seorang pegecut. Tapi saat ini aku mencoba "meneguhkan" langkahku. Dengan alasan dan pertimbangan yang hanya aku dan Tuhanku yang tau akan hal itu. Jujur, aku salut dengan teman-teman yang mau berusaha memperjuangkan lagi apa yang sebetulnya mereka inginkan, tidak sepertiku yang menyerah pada keadaan. Bukan sepertiku yang merasa bahagia dengan apa yang aku jalani sementara ada keinginan lain untuk keluar.
Aku sudah lama mengubur hal ini. Aku tau Tuhanku Maha Baik. Aku yakin dan percaya keputusan apa yang telah aku buat tidak akan berakhir sia-sia. Biarlah aku tetap dengan almamater ini, se-nggak ada harganya bagaimanapun orang memandangku, aku tau kesungguhanku akan tetap berbuah. Untuk saat ini aku hanya membutuhkan motivasi dari orang-orang yang menyayangiku. Aku hanya butuh support, aku mencari sesuatu yang bisa membuatku untuk tetap bertahan. Aku tau Tuhanku Maha Adil. Ketika aku menerima untuk tetap melanjutkan kuliah di sini, toh aku tidak berdiam diri. Aku membangun apa yang aku benar-benar ingin capai. Sedikit demi sedikit. Satu per satu.
Terlalu sering aku menangisi kenapa aku tidak bisa masuk universitas favorit dan juga jurusan yang aku inginkan. Sudah banyak air mata yang aku keluarkan untuk sekedar penyesalan bahwa keadanku di kuliahku sekarang ini tak ada harganya di mata orang banyak. Ayah dan ibuku pun seakan tak mau tau. Ya, ini hidupku tapi setidaknya aku butuh rengkuhan hangat mereka untuk sekedar menguatkanku.
Dan kini, aku dituntut untuk dewasa. Aku bukan lagi anak kecil yang selalu memaksakan keadaan untuk mendapatkan apa yang dia mau. Aku sudah gadis sekarang ini, saatnya berbenah diri dan menekan ego bahwa bahagia belum tentu ada pada sesuatu yang aku mau. Aku tau bahwa setiap hari aku menemukan alasan untuk tinggal. Bukan untuk berhenti. Bukan berarti tidak melakukan apa pun. Bukan berarti aku pasrah dengan keadaan. Aku punya banyak mimpi, dan masuk universitas negeri dan jurusan yang aku inginkan adalah salah satunya. Ketika satu hal mimpiku belum dapat aku penuhi, aku tau aku mesih belum menemukan sesuatu yang benar-benar harus kau fokuskan dan tekuni. Aku sedang mencari satu diantaranya. Tuhanku yang Maha Baik memberiku talenta yang luar biasa. Aku yakin dan percaya Tuhanku selalu ada bersamaku untuk menunjukkan kemana aku harus melangkah. I choose to STAY!

Panda :*

Hey Panda, bisakah kamu datang malam ini. Memelukku dengan hangat, sungguh aku belum bisa menemukan orang yang sepertimu Panda. Aku sangat merindukanmu sejak terakhir kali aku melepasmu untuk pergi. Tapi kenyataannya sampai sekarang aku tidak pernah rela membiarkanmu pergi dan berhenti memperlihatkan kalau kerapuhan itu pasti terjadi padaku. Tanpamu. Aku punya banyak teman dekat Panda, tapi mereka bukan kamu. Tidak ada yang bisa memperlakukanku tapt sepertimu. Peluk aku, Panda. Aku janji tidak akan sesering dulu memanggil dan mengingatmu. Hanya saja ketika mataku enggan untuk terlelap, aku tidak bisa mengelak dari kesendirian. Dan yang aku inginkan hanya kedatangmu nyata dalam hidupku, Panda. Aku mencintaimu tanpa ragu.

With love,


Rere

Kamis, 28 Juni 2012

beYOUtiful :)


Aji mengendarai motornya dengan kecepatan sedang. Sedikit lebih pelan dari biasanya.
”Kita makan dulu ya Ra, gue laper banget nih...” kata Aji.
”Iya deh gue ngikut lo, ntar kalo gue bilang ogah jangan-jangan ntar lo turunin gue di tengah jalan lagi,” kulihat dari kaca spion dia tertawa.
”Yaiyalah, lo kan udah tanda tangan kontrak buat nemenin gue hari ini, haha”
Aji menepi ke salah satu restauran seafood yang sering kali kita datengin. Setelah duduk dan memesan makanan tidak perlu menunggu lama hidangan sudah tersaji di meja kami. Asam-manis udang dan cumi goreng kesukaan kami siap disantap. Tapi begitu aku teringat pembicaraan dengan Shinta sore tadi nafsu makanku mendadak lenyap. Ditambah dengan datangnya cewek cantik yang menemani Fabio tadi, membuat wajahku terlipat menjadi berpuluh-puluh lekukan.
”Lhoh, kok nggak jadi makan?” tanya Aji bingung.
”Ji?” aku menghela nafas.
”Kenapa bear?” jawab Aji acuh sambil melanjutkan makannya yang sangat lahap itu. Ini anak berapa hari nggak makan sih bisa kalap begini?!
”Aku gendut banget ya?”
”Uhuk...uhuk!!!” Aji keselek.
”Ih, makanya kalo makan pelan-pelan dong. Udah kaya orang nggak makan seminggu aja lo?!” aku mengambilkan minuman untuknya.
Setelah merasa lega karena meminum jus melon yang aku sodorkan tadi Aji malah ketawa, keras sekali.
”Aji, apaan sih lo? Kok malah ngetawain gue sih? Gue serius nih nanyanya, tampang gue kurang menunjang apa? Lo liat dong muka gue nggak ada bercanda-bercandanya sedikit pun?!” aku malah kesel, ditanyain serius malah diketawain. Apanya yang lucu coba?
”Ya lucu aja gitu lho, lo tiba-tiba nanyain hal yang sama sekali konyol kedengerannya, Ra”
”Apanya yang konyol coba? Lo tuh nggak ngerti Ji, gue sebenernya selama ini gue minder banget sama badan gue. Dan setelah gue sadar ternyata emang ini penyebab sampe sekarang gue belum punya pacar” air mukaku pasti berubah sedih. Rasanya pengin nangis.
Aji menggelengkan kepalanya, ”Dengerin gue Ra, minder itu cuma ada dalam otak lo. Siapa yang selama ini ribet mempermasalahkan berat badan lo? Gue sama Shinta nggak pernah nyinggung itu. Kita nggak pernah nuntut lo buat jadi cewek langsing dan perfect kan? Dan kalo selama ini gue suka ngatain lo beruang atau bear itu sama sekali bukan maksud gue ngeledekin kalo lo gendut. Paling banter itu cuma bercandaan doang dan lo juga pasti tau itu kan,” Aji pergi ke wastafel terdekat dari tempat duduk kami untuk mencuci tangannya dan kemudian mengelap tangannya. Padahal dia belum selesai makan.
”Bukan Ji, bukan itu. Lo pernah mikir nggak sih dengan badan kayak gini nggak pernah ada cowok yang mau deket sama gue? Hiks...”
”Enggak, gue nggak pernah mikir sampe segitu, Ra. Siapa bilang nggak ada cowok yang mau deket sama lo karena lo gendut? Emang gue bukan cowok?” jawab Aji dengan nada yang kedengarannya mencoba menghiburku.
”Aji...” rengekku.
”Apaaa?” balas Aji dengan merengek juga dan terdengar sedikit sok manja.
”Jangan bercanda dong, gue serius nih....” aku terus saja terisak dan menunduk karena Aji selalu aja nanggepin aku dengan bercanda. Rasanya seperti nggak ada yang bisa ngertiin aku, termasuk Aji sahabat deket gue sendiri.
”Lo liat balik dong wajah gue ini sama sekali nggak bercanda, emang kaya gini. Nggak bisa dirubah lagi, ini udah ekspresi yang paling serius tau” Aji mengangkat wajahku dengan jemarinya seraya mendekatkan wajahku ke wajahnya.
Sejenak ku pandang matanya. Dia seperti meyakinkanku bahwa apa yang sedang aku pikirkan ini sepenuhnya hal bodoh dan nggak penting.
”Bodo! Gue mau pulang!” aku segera mengambil tasku dan beranjak pergi tapi Aju menahanku.
”Gue bisa kena semprot sama Tante Dina kalo nggak mulangin anaknya yang seharian ini udah gue culik,”
”Aji...”
”Duduk dulu sini, gue nggak mau lo pulang dalam keadaan kaya gitu. Jelek banget tau nggak sih? Jadi semakin keliatan kaya bakpao tu pipimu”
Aji menarikku duduk kembali.
”Denger ya bear, aku udah bilang ini sebelumnya sama kamu. Kenapa penyakit ini bisa kambuh lagi sih? Ketika seorang cowok suka sama cewek, kalo bener dia tulus sayang sama itu cewek dia nggak akan pernah mempermasalahkan bagaimana bentuk fisiknya. Yang dia tau cuma ketulusan hatinya untuk menyayangi seseorang yang ada dalam fisik itu,” kata Aji.
”Tapi tuh buktinya cowok selalu ngeliat cewek yang mereka suka dari fisiknya duluan Ji, dan kebanyakan mereka suka sama cewek yang perfect dan nggak pernah ngelirik cewek kaya gue. Gue tuh emang sama sekali nggak cantik, langsing dan lain sebagainya Ji, makanya sampe sekarang gue sama sekali belum pernah pacaran atau paling enggak ada yang naksir sama gue gitu kek,”
My Queeny bear, sini deh aku bilangin. Sejak kapan udah pernah ngejalanin yang namanya pacaran bisa jadi patokan cantik enggaknya seseorang? Fisik kebanyakan emang jadi penilaian pertama waktu kita suka sama seseorang, tapi itu bukan faktor utama dua orang bisa jadian. Ada sisi lain yang memang bikin mereka saling nyaman, Laura” ucap Aji sambil menyeka air mataku.
”Apa sih yang bisa bikin kamu mikir kaya gitu?” tanya Aji heran.
”Buktinya gue ganteng begini juga belum punya cewek,” kata Aji lagi.
Aku mengambil sesuatu dari dalam tasku. Kuberikan benda itu pada Aji.
”Nih ngaca! Kalo udah nyadar, ayo buruan kita balik” ejekku.
”Haha, nah gitu dong. Ya udah temenin gue lanjutin makan dong, masih laper gue. Ntar kalo udah kenyang baru gue anterin lo balik”
Aku kembali manyun. Sementara Aji melanjutkan makannya.

Kamis, 14 Juni 2012

I miss you, so bad!

Di tengah malam, kau terbangun dan mendadak peluhku bergelut dengan rasa sakitku dalam mimpi. Tanpa permisi kamu datang menghampiriku malam ini. Hih, menyedihkan. Aku hanya bisa menatapmu dan bertemu bayangmu sekilas dalam bunga tidur seperti ini. Perlahan aku mulai menyadari bahwa kini jarak kita semakin jauh, tidak hanya kamu yang berada jauh di sana dan aku masih terdiam di sini tetap bercokol dengan rasa ingin memilikimu. Aku yang hanya bisa berharap dalam rindu penantian. Walaupun keyakinan kamu akan datang tidak lebih dari sejengkal helai rambutku. Tanpa sengaja terkadang aku melihatmu dari foto-foto itu. Hidup tanpa diriku sepertinya tanpa masalah bagimu. Tapi hal itu tidak bisa dengan mudah terjadi padaku. Hati ini rasanya terlalu beku, bahkan kehangatan tawa-canda dan cerita yang selalu hadir dalam setiap detik kehidupanku bersama orang-orang di sekelilingku tak bisa sedikitpun melelehkan kenangan menyakitkan tentangmu. Tahukah bahwa sampai saat ini tak ada sedetik pun aku berniat menggesermu dari pijakan yang telah mengakar dalam otak dan benakku? Sudahlah, ini tidak akan menjadi suatu hal yang penting dan berarti bagimu. Ini hanya sebuah kerinduan yang tanpa balas, karena kamu tidak pernah tau.


With love,


Rere